Konten [Tampil]
Mengajarkan tauhid pada anak menjadi tugas penting bagi para orang tua. Sejak anak lahir atau bahkan mulai mengandung, orang tua sudah bisa mengajarkan tauhid pada anak. Melalui kebiasaan-kebiasaan sang Ibu sewaktu mengandung hingga anak lahir pun bisa berpengaruh pada anak kelak.
Mengajarkan tauhid kepada anak memang bukanlah perkara yang mudah. Namun bukan berarti tidak bisa dilakukan oleh para orang tua. Karena pada dasarnya setiap anak terlahir sesuai fitrahNya, yaitu mengenal siapa Tuhannya, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jadi tugas orang tua tidak lagi menanamkan, tapi lebih untuk menumbuhkan fitrah pada setiap anak.
Janin di dalam kandungan sudah bisa mengerti dan merasakan apa yang ada disekitarnya, terutama yang dilakukan oleh Ibunya. Banyak penelitian yang membuktikan melalui USG, bahwa janin dalam kandungan bisa tiba-tiba tenang dan menunjukkan gerakan sujud saat diperdengarkan adzan.
Bayangkan saja bagaimana efeknya jika seorang Ibu melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran setiap hari saat mengandung. Seorang Ibu pernah memberikan pengalamannya, perbedaan saat mengandung anak pertama dan kedua. Dimana saat mengandung anak kedua sang Ibu lebih banyak khatam Al-Quran dibandingkan saat mengandung anak pertama. Lalu sang anak kedua ini lebih lancar dan mudah saat menghafal ayat-ayat Al-Quran daripada anak pertamanya.
Meski belum ada bukti ilmiah secara tertulis, tapi saya sendiri percaya bahwa kebiasaan sang Ibu saat mengandung akan berpengaruh pada tumbuh kembang anaknya. Saat bayi dilahirkan pun, sang Ayah dianjurkan untuk mengadzani bayi di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri.
MENGAZANI BAYI BARU LAHIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MENGAJARKAN TAUHID
Tentu bukan tanpa sebab seorang Ayah dianjurkan mengadzani bayi yang baru lahir. Hal ini dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh anak adalah kata atau panggilan yang agung dan mulia. Selain itu beberapa manfaat lain mengadzani bayi baru lahir adalah sebagai berikut:- Menjadi persaksian sekaligus syahadah atas langkah pertama seorang anak masuk dalam Islam
- Untuk mengusir syaitan yang selalu mengintai dengan kalimat-kalimat adzansaat anak pertama kal menghirup udara dunia dan merasakan angina kehidupan
- Agar kalimat tauhid menjadi sesuatu yang pertama kali didengar oleh bayi dan pertama kali diucapkan oleh lidahnya. Sehingga menjadi kata-kata pertama yang memiliki keterikatan dengannya.
- Membawa pengaruh dalam membimbing anak kepada pokok akidah dan prinsip tauhid dan iman
Lalu mengenai cara mengajarkan tauhid pada anak ini jangan langsung mengajarkan secara teoritis. Sesuaikan dengan usia anak, dimana anak-anak lebih suka diajak bermain dan bercerita. Korelasikan dalam kegiatan sehari-hari, karena apapun kegiatan kita pasti berhubungan dengan Sang Pencipta.
Agar ada sedikit gambaran mengenai cara mengajarkan tauhid pada anak, berikut beberapa cara yang bisa diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari saat membersamai anak di rumah.
CARA MENGAJARKAN TAUHID PADA ANAK USIA DINI
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa dalam mengajarkan tauhid pada anak bukanlah perkara teori semata. Tapi kita sentuh hati anak untuk bisa mengenal dan selalu ingat siapa penciptanya.Melalui kegiatan sehari-hari yang sederhana, kita bisa menumbuhkan rasa selalu bergantung dan merasa di awasi Allah. Caranya bisa melalui obrolan dengan anak di sela-sela kegiatan anak saat beraktifitas. Manfaatkan keingintahuan anak saat bertanya. Usia toddler anak sangat aktif bertanya akan banyak hal.
Itulah waktu atau moment yang tepat untuk orang tua menyisipkan atau bahkan menjelaskan lebih lanjut tentang Rabb-nya. Orang tua memanglah harus peka dalam menerima pertanyaan-pertanyaan lugu si Kecil. Walau terdengar sepele dan polos, tapi dari pertanyaan-pertanyaan itulah kita bisa menjelaskan banyak hal. Terutama yang berkaitan dengan Allah dengan segala sifat dan kebesaran-Nya.
1. Mulai dari pengajaran dasar-dasar iman kepada Allah
Pada dasarnya setiap anak terlahir sesuai fitrahnya, yaitu mengenal dan mengimani Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesuai firman Allah dalam QS. Ar-Rūm : 30فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Tugas dan peran orang tua untuk membimbing dan menjaga fitrah anak tersebut dalam keseharian bersama anak. Bimbingan ini dapat dilakukan pada saat anak mulai mengenali atau bisa membedakan segala sesuatu.
Selain itu harus dilakukan secara bertahap, dari hal yang sifatnya inderawi atau konkret. Hingga ke hal-hal yang logis atau rasional. Mulai dari hal yang parsial ke sesuatu yang global, dan dari hal yang sederhana sampai yang kompleks.
Bagi penganut dan pelaku montessori pasti tak asing kan dengan kalimat diatas. Ya, metode Montessori yang digaungkan oleh praktisi barat ternyata telah Islam ajarkan terlebih dahulu. Nah dalam pengajaran dasar iman kepada Allah ini bisa dimulai dari mengimani wujud Allah, rububiyah, uluhiyah, dan Asma wa shifat
2. Membiasakan dengan kalimat-kalimat dzikir
Sebagai orang tua pasti ingin anak-anak kita mendengar kata tau kalimat yang baik. Saat membersamai anak, kita bisa sambal berdzikir atau bershalawat dengan suara nyaring agar anak bisa mendengarnya. Lalu hal sederhana yang bisa dibiasakan ke anak adalah dengan sering memuji Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah atau Masya Allah dalam keseharian kita.Meski anak belum bisa berbicara, namun telinga anak sudah bisa merekam semua percakapan kita. Ketika anak mulai berbicara, latih anak untuk mengucapkan Alhamdulillah saat mendapat sesuatu. Mengucapkan masya Allah ketika anak berhasil melakukan sesuatu hal, dan lain sebagainya.
3. Mendidik anak untuk selalu bergantung dan merasa diawasi Allah
Orang tua bisa membantu anak dalam menumbuhkan rasa selalu bergantung dan merasa di awasi Allah. Gunakan bahasa yang sederhana, tidak perlu terlalu detail agar anak lebih mudah menerima penjelasan kita.Seperti contoh yang dulu saya lakukan ke anak. Saat anak menginginkan sesuatu, baik itu mainan, barang, atau pun makanan. Anak bias diajak untuk berdoa dan memohon kepada Allah. Kita ajarkan anak gerakan berdoa, seperti mengangkat tangan sedada lalu menyebutkan keinginan dengan suara yang lembut.
Contoh lain, saat anak melakukan hal yang kurang baik. Kita bisa ingatkan anak bahwa ada Allah yang Maha Melihat. Allah sayang jika ada anak yang berbuat baik. Dengan pengulangan hal-hal yang serupa dengan contoh-contoh di atas, insya Allah dalam hati anak akan selalu bergantung dan mengingat Rabb-nya.
4. Berikan contoh konkret yang ada di sekitar anak yang bisa dikaitkan dengan materi tauhid dan keimanan
Seperti sudah disinggung di atas, anak-anak butuh hal yang konkret atau kasat mata daripada sekadar ucapan saja. Memberikan contoh secara langsung dalam kegiatan sehari-hari akan lebih mengena di hati anak. Tentunya bukan hanya sekadar ingin mencontohkan ke anak saja ya, tapi benar-benar jadikan sebagai suatu kebiasaan yang akan terekam oleh anak sehingga lama kelamaan anak akan mencontohnya. Seperti ibadah harian shalat, membaca Al-Quran, berdzikir dan lainnya.Selain melalui kegiatan ibadah, kita juga bisa memberikan kegiatan bermain yang bisa membuat anak mengerti bahwa Allah Sang Pencipta. Banyak hal di sekitar kita yang bisa dijadikan bahan untuk mengingat dan mengagumi kebesaran Allah. Seperti proses tumbuhnya tumbuhan atau hewan. Mengenali pergantian siang dan malam, mengamati pergantian matahari dan bulan, serta keindahan bintang di matahari.
5. Kenalkan anak pada nama-nama Allah (Asmaul Husna)
Mengenalkan anak pada nama-nama Allah atau Asmaul Husna menjadi satu hal yang bisa membuat anak paham bahwa Allah satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Caranya bisa melalui hafalan dengan nada yang indah tentang Asmaul Husna. Pun bisa dilakukan melalui kegiatan bermain yang menyenangkan.Yang terpenting saat ingin mengajarkan tauhid atau ilmu apapun ke anak, pastikan anak dalam keadaan senang dan tidak tertekan. Karena anak akan lebih mudah menerima dan tidak menolak apa yang kita ajarkan.
Tentunya dengan cara yang menyenangkan yang bisa disesuaikan dengan usia anak, karena kesehatan mental anak juga perlu diperhatikan. Kelak setiap moment membersamai anak bisa menjadi kamar kenangan tersendiri bagi mereka saat dewasa nantinya.
Semoga setiap usaha kita dalam mendidik anak, terutama dalam mengajarkan tauhid pada anak diberikan kemudahan oleh Allah sehingga anak-anak kita menjadi anak yang shalih dan shalihah. Aamiin
Posting Komentar
Posting Komentar