Konten [Tampil]
"Peringatan Darurat" Indonesia tidak baik-baik saja. Begitulah tagline yang ramai mengisi beranda dalam beberapa media sosial kita belakangan ini. Banyak akun dari berbagai kalangan, mulai dari media berita, tokoh dalam berbagai bidang, artis dan influencer (yang bermoral), hingga akun-akun parenting pun ikut menyuarakan peringatan tersebut.
Saking gentingnya kondisi ini, tak hanya di media digital saja. Pengawalan demokrasi yang mulai terkikis oleh penguasa yang sudah dibutakan kekuasaan, akhirnya terjun langsung ke lapangan. Yaa, demonstrasi terjadi di beberapa kota besar pada tanggal 22 Agustus 2024.
Para mahasiswa, aktivis, tokoh dalam berbagai bidang, public figure dan juga influencer bersatu padu menyuarakan ketidaksetujuannya dengan RUU yang dibuat oleh DPR untuk menentang hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kenapa Ibu Perlu Melek Politik?
Eeeh, Ibu-ibu tahu apa sih masalah politik? Urus saja deh masalah anak dan juga perdapuran daripada ikut pusing mikirin negara!!Begitu kiranya ujaran orang awam yang apatis dan tidak mau peduli dengan kondisi negara saat ini. Padahal yaa, peran Ibu ini sangat penting. Dari tangan Ibulah, akan terbentuk para pemuda generasi penerus bangsa yang bisa membawa negeri ini menjadi negara maju dan makmur.
Jadi, ada baiknya sebagai seorang Ibu pun mau melek politik. Setidaknya update soal perkembangan politik dengan berbagai isu dan dramanya. Apalagi pada masa-masa pemilihan presiden dan kepala daerah yang sudah di depan mata ini.
Tak perlu mendalami hingga ke akar-akar Buu, mengikuti kabar dan ikut menyuarakan isu-isu penting di saat genting tak ada salahnya. Asalkan pahami dan pastikan terlebih dahulu bahwa sumbernya terpercaya sebelum ikut menyebarkan informasi apapun itu yaa.
Intinya, Ibu melek politik ini bukan sekadar ikutan heboh yang lagi viral dan FOMO saja. Justru perihal seperti ini bisa menjadi pembelajaran penting untuk bahan diskusi dalam mengajarkan hal-hal positif ke anak sebagai calon penerus bangsa.
Nanti akan kita kupas lebih dalam lagi yaa. Apa saja hikmah yang bisa kita renungkan bersama untuk bahan mendidik anak-anak kita.
But, disclaimer: tulisan ini pun bukan untuk mengupas tuntas polemik politik sejak Pemilu hingga Pilkada nanti. Bukan juga wujud dukungan pada salah satu pihak atau paslon. Meski mungkin akan terkesan seperti menyudutkan pihak tertentu.
Kenapa sampai terjadi DEMO pada Agustus 2024 ini?
Sungguh ironi ya. Dimana kita baru saja memperingati HUT RI yang ke-79. Tapi justru kemerdekaan itu sendiri rasanya makin terampas dari penjajah dalam negeri. Bagaimana tidak? Selama beberapa bulan ke belakang, kita dibombardir dengan berita-berita yang sungguh memprihatinkan dari para petinggi negara saat ini.Rakyat yang seharusnya diayomi oleh negara, tetapi justru menjadi “sapi perah” untuk menambah pendapatan negara. Mulai dari harga sembako yang melambung tinggi, BBM, hingga pajak pun tak mau ketinggalan. Bahkan isu tapera yang tak masuk di akal.
Tidak hanya dari sisi ekonomi saja, masalah hukum pun diobrak-abrik hanya demi kepentingan sepihak. Begitu banyak aturan yang dirombak sedemikian rupa, demi lolosnya salah satu calon pada saat Pemilu yang telah berjalan bulan April lalu.
Hingga menjelang Pilkada ini, isu dan drama politiknya pun tak kalah memancing keresahan. Hingga membuat rakyat yang peduli dengan negeri ini, terjun langsung ke lapangan untuk memperjuangkan tegaknya pilar dan ketatanegaraan yang ada.
Singkat cerita, DPR lagi getol dengan RUU Pilkada yang mau disahkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Bayangkan, RUU Perampasan Aset dan banyak rancangan undang-undang lain yang masih saja terbengkalai saat ini. Namun untuk RUU Pilkada justru seperti project Roro Jonggrang.
Setidaknya ada 2 hal yang memancing perhatian dari RUU Pilkada ini:
- Calon Gubernur dan wakil gubernur bisa berumur 30 tahun saat pelantikan
- Pelonggaran threshold pencalonan Kepala Daerah hanya berlaku untuk partai politik yang tidak punya kursi DPRP
Seperti kita ketahui bersama, ada satu nama yang sudah terpampang dalam spanduk yang bertebaran dimana-mana dengan tajuk "Kaesang 2024-20209" yang masih di bawah umur sesuai peraturan yang ada. Dan lagi-lagi, tiba-tiba ada perubahan aturan yang akan disahkan secara sepihak ini.
Sehingga muncullah campaign #TolakRUUPilkada dan #KawalPutusanMK. Untuk menegaskan kembali bahwa Indonesia ini negara demokrasi, negeri ini milik bersama, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat kembali!
Jangan sampai kejadian atas Keputusan MK sebelumnya, yang mana sangat jelas untuk meloloskan salah satu calon wakil gubernur saat itu. Terulang lagi untuk melancarkan aksi nepotisme yang berkepanjangan, dengan memanfaatkan kekuasaan yang ada.
Ah syudahlaah..seperti janji di awal, kita tidak membahas detail kekisruhan politik saat ini. Tapi kita akan fokus mencari hikmah dan pembelajaran untuk menyiapkan generasi muda yang semoga kelak bisa membawa Indonesia menjadi negara yang bermartabat, adil dan makmur.
Bismillah, kita usahakan untuk menilik dari segala sisi yaa. Karena tulisan ini bukan propaganda dari pihak manapun, pure untuk catatan pribadi untuk bermuhasabah bersama. Pun sebagai kritikan pada kondisi pemerintahan saat ini.
Meski jujurly, sudah menahan-nahan untuk meluapkan kegundahan (bercampur sedikit emosi) atas keculasan pihak tertentu dengan berdasarkan fakta dan data yang sudah dilayangkan oleh berbagai media terpercaya. Namun tetap saja, akan ada pro dan kontra.
Meski jujurly, sudah menahan-nahan untuk meluapkan kegundahan (bercampur sedikit emosi) atas keculasan pihak tertentu dengan berdasarkan fakta dan data yang sudah dilayangkan oleh berbagai media terpercaya. Namun tetap saja, akan ada pro dan kontra.
Tak bisa dipungkiri, biang permasalahan dan kekisruhan negara saat ini dulunya memiliki citra diri yang baik. Dimana beliau sangat sederhana, merakyat, dan giat dalam masalah pembangunan jalan di daerah-daerah yang selama ini kurang terjamah oleh pemerintahan sebelumnya.
Namun di balik semua itu, ada hutang negara yang membengkak berkali-kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi untuk pembangunan IKN yang urgensitasnya saja tidak ada sama sekali dibanding kondisi rakyat banyak yang terusir dan tidak mendapat tempat tinggal yang layak.
Ada banyak pula warga lokal yang terusir dengan cara yang tidak layak akibat pembangunan yang rasa-rasanya hanya para elite saja yang bisa merasakan manfaatnya. Karena tarif tolnya pun terbilang cukup menguras kantong para budak korporat dengan penghasilan UMR, yang kenaikan gajinya pun tak sebanding dengan kenaikan harga sembako yang kian melejit.
Tuuh kan niat suci ku untuk mencoba netral terbantahkan juga dengan kondisi perekonomian tahun-tahun belakangan ini. Tapi tetap saja, akan ada segelintir orang yang mengatakan,
“ya siapa pun Presidennya kenaikan harga pasti terjadi dong, namanya juga inflasi, blablablaaa..”
Tapi akankah kenaikannya sedrastis ini? Apakah sesuai dengan janji-janjinya saat kampanye dulu? Mulai dari harga gula, minyak goreng, lalu disusul dengan beras yang persentase kenaikannya sangatlah tidak wajar. Sebagai rakyat, boleh kan kita mengingatkan dan menagih janji kampanyenya dulu?
Benarkah beliau berubah karena kekuasaan yang diembannya selama dua periode ini? Atau memang sedari awal itu hanya pencintraan sebagai strategi yang dibangun untuk mengambil hati rakyat untuk mendukung pada periode-periode selanjutnya?
Wallahu’alam, tak mau menduga tanpa fakta. Tak mau juga menghujat pribadinya, karena ujian jabatan, kekuasaan, dan juga materi memanglah sungguh berat yang kita sendiri pun belum tentu bisa melewatinya dengan bijak.
Tetapi kritikan ini justru sebagai bentuk kepeduliaan akan nasib bangsa tercinta ini. Dimana penyimpangan kekuasaan yang sudah terlampau batas ini perlu dikritisi. Citra yang dulu beliau bangun, lambat laun berubah menjadi catatan yang kontroversial karena berupaya membangun dinasti politik.
Indonesia ini negeri berdaulat dan demokratis, bukan negara Kerajaan yang kepemimpinannya turun temurun. Lalu akan ada lagi yang mengutarakan, "tapi kan anak beliau berhasil menjadi Wapres terpilih hasil dari pemungutan suara rakyat.."
Kekuasaan dan Jabatan seringkali Mengubah Seseorang
Makin hari makin banyak public figure yang akhirnya speak up melalui akun media sosial pribadinya, yang menyatakan kekecewaan atas perubahan sikap Presiden saat ini. Tak sedikit pula yang mengungkapkan penyesalannya, karena telah menjadi penyumbang keganasan kekuasaan beliau saat ini.Benarkah beliau berubah karena kekuasaan yang diembannya selama dua periode ini? Atau memang sedari awal itu hanya pencintraan sebagai strategi yang dibangun untuk mengambil hati rakyat untuk mendukung pada periode-periode selanjutnya?
Wallahu’alam, tak mau menduga tanpa fakta. Tak mau juga menghujat pribadinya, karena ujian jabatan, kekuasaan, dan juga materi memanglah sungguh berat yang kita sendiri pun belum tentu bisa melewatinya dengan bijak.
Tetapi kritikan ini justru sebagai bentuk kepeduliaan akan nasib bangsa tercinta ini. Dimana penyimpangan kekuasaan yang sudah terlampau batas ini perlu dikritisi. Citra yang dulu beliau bangun, lambat laun berubah menjadi catatan yang kontroversial karena berupaya membangun dinasti politik.
Indonesia ini negeri berdaulat dan demokratis, bukan negara Kerajaan yang kepemimpinannya turun temurun. Lalu akan ada lagi yang mengutarakan, "tapi kan anak beliau berhasil menjadi Wapres terpilih hasil dari pemungutan suara rakyat.."
Begitu bukan sanggahan yang masih saja dilontarkan? Oke memang sangatlah benar. Tapi jangan lupa ya, anak beliau lolos sebagai Cawagub saat itu atas perubahan aturan batas usia hasil keputusan Mahkamah Konstitusi dalam waktu yang ajaib lho! Oh iya tambahan, yang ketok palu juga pamannya sendiri bukan?
Hingga media asing pun tak segan untuk ikut serta mengkritisi hasil Pemilu tahun ini. Dimana banyak sekali kejanggalan dan ketidaksesuaian selama proses Pemilu yang telah lalu. Sudah diusahakan dengan segala cara, mbok ya anak tersebut juga diupayakan untuk mumpuni begitu lho. Sedih plus malu sendiri saat menonton debat cawapres saat itu justru jadi bahan olok-olokan karena kurangnya ilmu, pengalaman, dan juga adabnya sebagai generasi muda kepada yang lebih tua.
Ok, back to topic. Dengan kondisi tersebut, masyarakat Indonesia sudah legowo dan menghormati hasil KPU dengan berlapang dada. Namun hingga waktu menuju akhir jabatannya, masih saja berlanjut drama Pilkada demi keberlanjutan kekuasaan sekelompok tertentu yang sepertinya kehidupan akhirat sudah tidak ada dalam hati dan pikirannya.
Semoga Allah selalu jaga hati kita, anak-anak serta keturunan kita untuk selalu mengingat kematian. Sehingga kita bisa menjaga amanah dan titipan yang Allah berikan kepada kita dengan sebaik-baiknya pertanggungjawaban di hari akhir kelak, aamiin.
Maka tak heran, para ulama dan “orang yang berilmu” tidak mau mengambil tanggung jawab memimpin suatu negara, karena sungguh berat tanggung jawabnya. Lantas bukan berarti kita mengecilkan hati anak kita dengan melarangnya menjadi seorang pemimpin ya Buu.
5 Pelajaran Penting dari Kisruhnya Pemerintahan saat ini
Menumbuhkan rasa tanggung jawab
Jiwa kepemimpinan dan juga berkompetitif tetap perlu kita bangun dalam diri anak-anak kita. Tapi tekankan kepada anak untuk menjadi pemimpin yang adil dan jujur. Jelaskan kepada anak bahwa ada tanggung jawab besar atas apa yang dipimpinnya, sehingga anak akan berusaha meraihnya dengan cara yang bijak dan tidak menghalalkan segala cara.Diri kita yang mempunyai kendali atas apa yang kita miliki, bukan sebaliknya. Jangan sampai, harta dan kekuasaan membuat kita lupa diri dengan tujuan akhir kehidupan ini. Berat memang, karena inilah ujian kehidupan yang seringkali melenakan. Panjatkan doa selalu ya Ibu, semoga Allah selalu menjaga iman dalam hati kita dan juga keluarga kita sepenuhnya, aamiin.
Pentingnya rasa syukur dan merasa cukup
Tak sedikit yang merasa bahwa ujian kehidupan itu hanya suatu kesulitan atau pun cobaan lain yang menguji kesabaran kita. Padahal kenikmatan yang kita miliki juga merupakan ujian, dimana rasa syukur kita yang diuji.Terkadang satu kenikmatan yang telah dirasakan membuat kita terlena, sehingga membuat kita merasa kurang dan ingin yang lebih dan lebih lagi. Lima tahun menjabat dan dipercaya melanjutkan periode berikutnya. Justru tidak menjadikan masa-masa terakhir jabatan tersebut sebagai pengabdian terakhir yang penuh makna.
Tiap anak punya jalan kehidupannya masing-masing
Kalau kita menilik kembali, anak-anak dari orang nomer satu di Indonesia saat ini dulunya aktif membangun bisnis makanan dan menyatakan tidak tertarik masuk dunia politik dalam berbagai wawancara. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya.Entah keinginan sendiri atau permintaan dari orang tua yang ingin mewariskan tahta kepada anak-anaknya. Yang pasti kita sebagai orang tua harus menyadari bahwa tiap anak memiliki bakat dan passionnya masing-masing.
Memang tugas orang tua untuk memfasilitasi minat dan bakat anak. Tapi kembali lagi, untuk memberikan jalan dan fasilitas sesuai dengan aturan yang ada. Tidak menabrak koridor karena kekuasaan yang dimiliki.
Ajarkan anak untuk menikmati proses tidak terpacu pada hasil
Meski orang tua ikut terlibat dan membantu anak dalam fasilitas dan lainnya, perlu kita ajarkan pula ke anak untuk menikmati proses dari apa yang sedang ditekuni. Latih anak untuk berupaya dan mengusahakan apa yang ingin dicapai dengan kerja keras dan juga tawakal.
Jangan biasakan anak untuk selalu mendapatkan dengan mudah apa yang dia inginkan. Ajarkan anak bahwa goals memanglah penting, tapi proses dari usaha itulah yang utama. Tanamkan pula pada anak bahwa tugas kita sebagai manusia tawakal dan ikhtiar, hasil akhir serahkan pada Yang Maha Kuasa. Karena Allah, menilai bagaimana niat dan usaha kita.
Tetap berlaku benar meski berada di lingkungan yang salah
Lingkungan sungguh memberi pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seseorang. Untuk itu penting bagi kita sebagai orang tua untuk menanamkan tauhid sedari dini agar anak bisa memiliki iman yang kuat dan tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan.
Tidak bisa kita pungkiri, pergaulan dan juga lingkungan kerja di kota besar sudah jauh dari adab dan etika ketimuran. Yaa, pergaulan bebas dan persaingan bisnis yang tidak sehat membuat kondisi lingkungan saat ini sangat memprihatinkan.
Lagi-lagi kekuatan iman serta rasa percaya sangat penting dimiliki seorang anak sejak dini. Agar saat nanti anak berasa di lingkungan yang tidak kondusif pun anak tetap teguh pada hal yang benar dan tidak merasa malu atau ragu meski berada di tengah kekeliruan yang sudah merajela bahkan sudah dijadikan lifestyle di akhir zaman ini.
Kesimpulan
Menilik kondisi pemerintahan saat ini, memang menjadi lecutan bagi kita sebagai orang tua untuk lebih concern dalam mendidik anak. Memang bukan hal yang mudah untuk mengubah suatu sistem skala besar menjadi bersih dari korup dan nepotisme. Tapi bukan hal yang tak mungkin dilakukan bukan?
Setidaknya dengan 5 poin penting diatas, kita bisa menyiapkan anak-anak yang lebih bertanggung jawab dan memiliki empati yang tinggi. Jika semua Ibu di Indonesia saat ini memiliki goals yang demikian. Maka bukan hal yang tidak mungkin pemerintahan Indonesia bisa berjalan dengan semestinya, sehingga rakyatnya menjadi lebih makmur dan sejahtera.
Jadi, jangan phobia politik atau pun cuek dan tak acuh ya Ibu. Tak ada salahnya Ibu melek politik, karena banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil dari kondisi di sekitar kita, termasuk politisasi yang juga perlu kita kritisi bersama. Semoga Allah mudahkna langkah dan usaha kita dalam mendidik anak dan menjaga fitrahnya untuk menuju Indonesia Emas.
This review highlights the crucial role politically literate mothers play in educating their children. By fostering critical thinking and civic engagement, these mothers empower their children to understand complex societal issues. This foundation not only promotes informed citizenship but also encourages the development of a more equitable and participatory society.
BalasHapus